Sleman, Yogyakarta— Di balik kesuksesanTiti Orchidssebagai pusat konservasi dan budidaya anggrek, ada sosok tangguh yang telah mendedikasikan hidupnya untuk menyelamatkan dan memperkenalkan kembali anggrek langkaVanda tricolorkhas lereng Merapi, yaituHj. Sri Suprih Lestari, atau akrab disapa Ibu Titi.

Perjalanan Ibu Titi dimulai dari kecintaannya terhadap tanaman hias yang sudah tumbuh sejak remaja. Ketika bencana erupsi Gunung Merapi 1994 menghancurkan habitat alami Vanda tricolor di kawasan Plawangan dan Turgo, Ibu Titi merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu. Apalagi, bencana susulan seperti kebakaran hutan 2006 dan awan panas 2010 semakin memperkecil peluang hidup anggrek tersebut di alam liar.

Dengan modal pengetahuan budidaya yang ia pelajari secara otodidak, Ibu Titi mulai mengumpulkan sisa-sisa tanaman yang selamat dari bencana untuk dibawa dan dirawat di kebunnya di Harjobinangun, Pakem, Sleman. Bertahun-tahun ia menguji metode perawatan, mulai dari pengaturan kelembapan, pemilihan media tanam, hingga teknik pemupukan yang tepat. Hasilnya, Vanda tricolor kembali berbunga indah di rumah kaca Titi Orchids, menjadi bukti keberhasilan upaya konservasi berbasis komunitas.

Tak berhenti di situ, Ibu Titi membuka pintu kebunnya untuk siapa saja yang ingin belajar menanam anggrek. Ia percaya bahwa pelestarian tidak bisa dilakukan sendirian. Dengan memberikan pelatihan gratis dan bahkan bibit bagi yang serius, ia berharap Vanda tricolor bisa kembali tumbuh di banyak tempat di luar habitat aslinya.

Kepedulian dan komitmennya membawanya mendirikan Festival Anggrek Vanda Tricolor (FAVT) sejak 2015. Festival ini menjadi sarana edukasi, promosi, dan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat lokal. Setiap tahun, pengunjung dapat melihat pameran anggrek, mengikuti workshop, hingga berbelanja produk UMKM bertema flora. Festival ini juga mengundang partisipasi pemerintah daerah, komunitas pecinta tanaman, dan pelaku usaha hortikultura.

Selain fokus pada Vanda tricolor, koleksi Titi Orchids kini mencapai lebih dari 200 jenis anggrek dari berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri. Ibu Titi menata kebunnya bukan hanya sebagai tempat usaha, tetapi juga sebagai ruang edukasi dan wisata hortikultura yang terbuka untuk umum.

Bagi Ibu Titi, keberhasilan bukan diukur dari seberapa banyak anggrek terjual, melainkan seberapa luas kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian flora. “Anggrek itu seperti kehidupan, perlu dirawat dengan kesabaran dan kasih sayang. Kalau kita mau melestarikan, kita harus mau berbagi ilmu dan bibitnya,” ujarnya.

Dengan dedikasi lebih dari dua dekade, Ibu Titi telah membuktikan bahwa dari sebuah hobi bisa lahir gerakan konservasi yang berdampak luas. Titi Orchids bukan hanya menjadi rumah bagi anggrek, tetapi juga simbol keteguhan hati seorang perempuan yang memilih berjuang demi keindahan alam yang tidak ternilai.